Yang paling utama, kupanjatkan
selalu nikmatku kepadamu, dan karuniamu yang menjadikanku hidup dalam dunia
yang fana ini. kupanjatkan syukur kepadamu wahai semesta, yang telah melimpah
ruahkan pelajar berharga yang bisa membuat sadar akan ilmu. Sholawat serta
salam, kuucapkan selalu kepada bagindaku Muhammad ‘alaihi sollatu Wassalam,
yang mampu menggetarkan hati para kaum Qurais untuk masuk dan menerima ajakan
didalam ajaranya.
Entah mengapa, nuansa seperti
inlah yang membuat hidup para penulis untuk mengekspresikan sebuah
inspirasinya, dalam suatu karya, entah itu dalam suatu blog, buku, ataupun
majalah dinding. Dan mengapa harus terjadi, terbawanya suasana dan perasaan
yang membuat tulisan itu menjadi sempurna, serasa tiada batas. Dan menurut
saya, ini merupakan tindakan yang sedikit banci untuk dilakukan, namun inilah sebuah
realita yang terjadi. Menjadi seorang penulis memang haruslah seperti ini.
Yah, sudah lupakanlah, sudah saatnya untuk membahas Hak kerabat dalam Islam dalam buku yang dikarang oleh Sheh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin yang berjudul “10 Hak Dalam Islam”.
Hak kerabat ini lah yang
menjadikan seorang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Yang
dimaksud dengan kerabat layaknya saudara laki-laki, paman, dan anak-anak
mereka, serta semua orang yang memiliki kekerabatan denganmu. Dan kerabat yang
satu dengan yang lainpun memiliki sebuah haq yang harus ditunaikan seperti apa
yang tuhanku katakan dalam firmannya :
“Dan berikanlah
kepada keluarga-keluargamu yang dekat akan haknya.” (QS. Al Isra’:26).
Berbuat baik kepada kerabat merupakan hal yang diperintahkan
oleh Alloh Subhannahu Wata’ala seperti apa yang telah Alloh perintahkan dalam
firmannya :
“Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu
apapun. Dan berbuat baiklah kepada ibu, bapak, karib dan kerabat.”(QS.An
Nisa:36)
By the way soal kekerabatan,
sudah sepantasnya insan cendikiawan Islam akan selalu mempererat tali
silaturahmi walau apapun keadaanya. Mempererat silaturahmi yang ma’ruf adalah
dengan membantu baik berupa tenaga, harta atau pemikiran. Sebuah indikasi
seorang yang percaya kepada tuhan dan hari akhirnya adalah dengan menyambung
silaturahmi. Telah dinyatakan dalah suatu khadist yang diriwayatkan Bukhori dan
Muslim yaitu :
“Barang siapa yang beriman kepada
Alloh dan hari akhir, hendaklah dia menyambung silaturahmi”
Selain sebagai bentuk kepercayaan
kepada tuhannya dan hari akhir, silaturahmi juga sebagai basis utama pintu
riski dalam suatu kekerabatan. Semakin banyak silaturahmi yang dilakukan, maka
semakin besar pula riski yang diperoleh, entah itu riski batiniyyah dan riski
hissiyah ( riski yang nampak). Namun tetap luruskan niat, jangan salah gunakan
silaturahmi itu untuk sebuah kepentingan, Tapi niatkan untuk Alloh semata.
Ikutilah, kemana arah angin itu
berjalan, karena riski sudah ditetapkan, namun kitapun masih memiliki sebuah
kesempatan untuk merubah cara berfikir kita, seperti apa yang semesta katakan
dalam firmannya yaitu “Alloh tidak akan
membuat suatu kaum hingga kaum itu semdiri yang merubahnya” dan tentu yang
harus dilakukan untuk merubah cara
berfikir adalah yakin, berusaha sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam kode
etik peribadatan, insaAlloh kita akan sampai pada tujuan dengan apa yang kita
inginkan.
Semoga, tulisan ini mampu untuk
dijadikan bahan pertimbangan bagi pembaca agar nantinya bisa dijadikan bahan
refleksi atau perenuangan dalam hidup. Maaf Bahasanya agak liberal, akan
tetapi, yang saya maksudkan adalah menyampaikan nilai nilai Islam yang telah
dipelajari dan agar nantinya mampu diterima oleh banyak kalangan. Apabila ada
kesalahan maka datangnya dari saya sendiri dan apabila ada kebenaran maka
datangnya dari Tuhan Semesta Alam. Nuun Wal qolami Wa ma Yasthurun. Sukron ‘ala
ikhtima minkum.
Tag :
Islam
0 Komentar untuk "Hak kerabat"